NOVEL ISLAMI

Diatas Menara Cinta

Standar

INDONESIA, DESEMBER 2009
Temaram cahaya hinggap di ujung menara. Ritme kalbu mendayu mendekati arsitektur indah itu. dari kejauhan mataku terus memandangi dengan penuh terkesima, menciptakan sebuah impresi dalam hati yang tak terkatakan. Kemudian mobil tempatku duduk berada dalam titik stagnasi dibalik gerimis yang merayap. Semakin dekat berubah menjadi eufhoria yang menyenangkan.
“Selamat datang Pak Ustad di Kampung kami..!!.”. serorang berbaju gamis dengan kacamata berlensa cekung menyalamiku. Hatiku yang berumula riang, seketika berubah entitas. Selang beberapa detik kalimat”Pak Ustad” itu aku dengar mengarah tepat untuku. Sensivitas inderaku menangkap suara itu dan mengirimkan pesan kilat lewat hati .kemudian diproses ,diolah dan dikirimkan kepada otak-ku dalam bentuk perasaan. Walhal perasaan tidak enak dan belum pantas untuk dipanggil seorang Ustad. Secara waktu itu usiaku masih Enam Belas tahun.
Malam ini adalah malam presentasi diri. Setelah sebelumnya aku mendapat panggilan otoritas oleh pihak masjid disalah satu kampung di ujung Sumatra. Untuk sepekan kedepan, aku akan disibukan dengan banyak hal. Mulai dari mengisi pengajian, mengajar ngaji, memberi penyuluhan pemuda ,sampai mengisi pidato pada acara yang sakral. Resepsi pernikahan. Ah..!! terlalu dini rasanya aku mendapat amanah sebagai speaker dalam acara pernikahan. Tapi masyarakat mempercayakan kepadaku, meski usiaku masih sangatlah belum pantas. Apa itu pernikahan?? Mengapa harus menikah? Bagaimana membangun integrasi dalam rumah tangga??.!.” semua itu harus aku pelajari dahulu lewat kitab-kitab dan tulisan islami. Seperti entitas pemaksaan, yang mengharuskanku untuk faham masalah yang sebenarnya aku sendiri ragu untuk membahasnya. Atau aku adalah calon kader-kader yang akan menikah pada umur belasan tahun..??.!!. Ah..!!! ada-ada saja otaku berfikir.
**************
Sore ini aku mulai menjalankan planning sebagai guru mengaji bagi murid-murid putri di Masjid. Semilir angin sore membuatku tersihir dalam suasana yang membahana. Kemudian langkahku sampai dihalaman masjid. Aku berjalan pelan dengan penuh prestis. Menjaga mimik wajah serta gaya berjalan dengan se-fleksibel mungkin.
Assalamu’alaikum warahmatullahi wa barakatuh…..” salamku dijawab dengan koor yang bergemuruh dalam ruangan masjid. Puluhan santriwati duduk sigap dan memperhatikankau dengan pandangan yang sungguh luar biasa. Sejenak aku mati gaya. Aku mencoba menenangkan diri dengan mendehem, tapi dengan aksen yang lugas dan tetap prestis. Hasilnya, sunguh sakti. Berpasang-pasang mata yang dari tadi membuatku hilang gaya, kini terfokus pada masing-masing mushaf. Alhamdulillah….
Aku berdiri dihadapan mereka dengan berpose santun.. Mulai menerangkan tafsir surat An-Nur ayat 31. tentang kewajiban hijab dan jilbab. Interpretasi terhadap ayat ini sungguh luar biasa. Dengan berjilbab sungguh wanita itu dimuliakan dan dijunjung tinggi dalam kacamata islam.inilah konstituen yang bisa diambil pelajaranya. Puluhan kepala mengangguk-angguk. Menandakan mereka mulai memahami dengan gaya bahasaku.
Aku melanjutkan pembahasan. Ditengah-tengah pelajaran, mataku menatap seorang murid. Ah..!! mungkin pembimbing muri-murid sepertinya. Supremasi dalam anggota mereka. Ia Duduk tenang di bagian shaf belakang. Dengan wajahnya yang teduh disbanding yang lainya. ia mengikuti alur kemana aku membawa pelajaran. Animo untuk mengetahui siapa dia sebenarya timbul dari perasaan reflek . sambil mengajar aku mencuri waktu untuk menapaki wajahnya secara definitif. Teduh dan cantik….!!.” begitu hatiku berkata.
Mantra apa yang terselip diwajahnya sehingga jantungku berdetak tak normal selang sepersekian detik.Rahasia apa yang tersikap dibalik tabir wajahnya?. Keputusan hatiku untuk mengenalnya menjadi tendensus. Entah ada dorongan aneh dari kekuatan yang tak ku kenal. Untuk mengetahui siapakah nama pemilik wajah teduh itu..???.”. Ya tuhan.. tolonglah aku.!
Usai pelajaran. Semua murid berhamburan meninggalkan masjid. Kecuali satu. Gadis misterius itu. ia tak beranjak pulang dari masjid. Melainkan terus melantunkan bacaan Qur’an dibalik tabir . Iinkah kesempatanku untuk bertanya. Ah..!! aku harus menjaga hijabku. Dia bukan muhrimku. Perasaanku kecewa. Keputusan final kupilih. Aku memilih keluar masjid. Namun ketika aku sampai didepan pintu ia telah berada didepanku. Kami bersama-sama mengambil sandal di rak sepatu. Kami beradu pandang, dan sepertinya ada yang beda.
“Siapa Namamu..??.” tanyaku datar dengan penuh prestis. Seolah-olah tak ada sesuatu yang terjadi. Dia tersenyum. Namun pandanganya tertunduk. Sama-sekali tak menatapku.Aku semakin ingin tahu siapa Namanya. Dia sedikit menegakan pandanganya delapan puluh derajat. Dan ia menjawab.
“Tanya aja ama yang Lain…!!.” Dia tersenyum lebar dan meninggalkanku begitu saja. Auh..!! Malu aku dibuatnya..!!!.”. aku mempercepat langkahku untuk segera sampai di tempat penginapan. Ya tuhan..! aku dibuatnya salah tingkah. Wajahku merah padam.
*********************
Malam ketiga. Aku dijadwalkan akan mengisi pidato tentang penyuluhan remaja pada kampung ini. Formula khusus telah aku siapkan untuk penyampaian materi malam ini. Aku diundang dalam acara ini setelah ada yang mengetahui bahwa aku menjadi kampiun dalam juara berpidato di Universitas Teknokrat, Unila, MAN 1 B.lampung Dan tempat lainya yang menjadi ajang kompetisi bergengsi dilampung. Prospek untuk melanjutkan aksi dakwah kepada masyarakat menjelma menjadi Virtual. Dan sekaranglah hasilnya. Aku mengamalkanya dimasyarakat.
Selama mengisi pidato pemandanganku tetap sama seperti hari-hari sebelumnya. Selalu digelayuti oleh Wanita misterius, yang dimataku ia solihah. Setelah aku tahu dari sesorang bahwa namanya adalah Husna. Nama yang indah. Perasaan ini menjelma menjadi energi kolosal yang menggebu-gebu. Ya Alah..!! Aku berlindung kepadamu dari fitnah perempuan.” Aku menarik ulur hasratku. Namun ketika lanngkahku tengah tegap di podium, kembali aku menatap Husna. Ada rasa yang tak biasa..!!. Oh Tuhan aku jatuh cinta…………
Dibagian belakang Ia tetap duduk manis serta berpose santai. Tak banyak bicara atau komentar. Gaya yang tak mengundang polemik tiba-tiba seorang anak kecil dengan langkah menor mengendap-endap dari arah belakangnya. Sedang mempraktekan aksi manja dengan metode tak terduga. Ia mengerjap-ngerjap dan perlahan menyentuh bahunya , disaat husna terkaget saat itulah ia menjatuhkan dirinya tepat dipangkuan husna. Sebuah trik terorganisir dan penuh perhitungan. Husna mendaratkan ciuman gemas beberapa kali.
“Ummi…!!.” Teriak anak kecil itu. Oh .. Hancur hatiku selepas kalimat itu terhenti diujung telingaku. Aksen pada kata “Ummi” Sungguh menakhiri segalanya. Hasrat, Niat dan semuanya. Romansa ini harus berakhir dengan sebuah petir yang datang disaat tiada hujan tiada awan. Menggelegar dipetala langit biru menghancurkan karang-karang yang kokoh. Hingga samudra kering tiada harap untuk menunaskan mata air lagi. Aku menahan segunung sesak yang mengakar. Dia sudah mempunyai anak. Oh Husna…
Koor dari tepuk tangan yang meriah terdengar seusai aku menyampaikan materi “ Eksistensi pemuda dalam membangun peradaban robani”. Namun semuanya tak cukup mengganti kekecewaanku. Aku telah kehilangan semangat. Kehilangan sebuah nama” Husna”. Ya Allah..! hindarkan hamba dari sikap lemah.
**************************
Hari ini hari terakhirku menjalankan undangan sebagai Tamu dikampung ini. Besok pagi aku harus kembali kepesantren. Karna sudah dekat dengan Ujian Nasional.
Aku di undang dirumah bapak kepala desa dalam acara perpisahan. Sekaligus membicarakan keterusan program yang telah aku ciptakan di kampung ini beserta relevansi kedepanya. Kami berlima dengan anggota masyarakat asyik berdiskusi dan bergurau hingga pukul 01:00. waktuku harus pulang dan esok harus kembali.
“Apa Ananda mau menerima tawaran kami??.” Pertanyaan pak kepala desa memancing rasa penasaran. dengan suaran bariton ia mengajaku pada alur yang lebih serius.
“Maksud Bapak..??.”
“Kami disini membutuhkan penerus generasi yang baik dan bisa di andalkan. Seperti ananda inilah kira-kira. Apa kira-kira Ananda sudah ada pikiran untuk mencari pasangan hidup meski hanya sebatas tunangan. Jika iya, Bapak menawarkan dua anak bapak yang masih SMA . silahkan Ananda pilih mana yang cocok..!.” Dug…!! Apa yang aku dengar barusan. Beliau menawariku untuk memilih salah satu ari anaknya??!. Apa aku tengah menari di alam bawa sadar?? Apa aku tengah mergelut dengan dunia metafisika? Ah..!! tawaran yang gila…!! Aku masih kecil…
“Ummi….Nida…!! Kesini Nak..!!.” Dua orang gadis seumuranku keluar dari kamar mereka. Berjalan pelan diantara terangya lampu ruangan. duduk berderet seperti barang bermutu tinggi yang siap untuk dilelang dengan harga yang relevan. Aku terkaget.
“Husna..!!! Bukanya dia sudah punya anak…!! Oh..Oh… tak mungkin..!!
“Ini Anak Saya Namanya Ummi Husna, Dan yang satunya Nida Al-Hafizah..” Energi kolosal kembali membanjiri seluruh aliran darahku. Hingga menjelma menjadi sesak yang tak tertahankan. Ternyata yang dipanggil anak kecil tempo hari dengan sebutan “ Ummi” bukanlah Ibunya. Melainkan itu adalah Namanya. Aku mencoba melakukan restorasi segera terhadap suasana hatiku. Ada bunga yang indah tunas di sudut hati yang lama seperti tak terilhami, mata air cinta mengalir lembut bersama dedaunan yang menari riang dibawa ombak. Namun disisi lain ini merupakan tawaran yang berat. Aku belum siap menikah ataupun bertunangan. Masaku masih panjang dan perjuangan untuk menjadi Elang menguasai samudra ilmu masih sangat luas.
“Sepertinya terlalu dini pak untuk memaulai hal yang satu ini, masa depan saya jauh lebih berharga. Saya mempunyai cita-cita yang tinggi dalam kamus hidup saya. Jadi saya mohon bisa mengerti saya. Saya ada hati dengan anak bapak yang bernama Husna. Namun kami butuh waktu untuk saling mengenal dan saling dekat. Biarlah waktu yang akan menjawab meski tanpa ikatan. Sekuat apapun kami mengikat jika ia bukan jodohku maka akan percuma. Serahkan pada Waktu, dan biarkan Allah yang akanmembimbingya.
Begitu alasnku menolak dengan pose halus dan santun. Aku hanya ingin terus dekat dengan husna, tapi tidak dengan ikatan Dini. Pak kepala desa menaggguk-angguk Menyetujui presepsiku. Memang segalanya harus dipikirkan matang, jika ingiin buah yang baik.
******************
Merdeka..!!! begitu predikat yang patut kusandang. Setelah aku menyelesaikan tugasku. Juga mendapatkan cinta yang tak terduga. Ritme hati selalu bernyayi merdu. Membayangkan lika-liku mendaptakan sebuah nama” Husna”. Kini ia telah ada untuku. Entah sampai kapan. Yang pasti aku nikmati saja hubungan jarak jauh ini. Namun tanpa mengabaikan syari’at yang ada. Merdeka…!!!
Dialah sosok yang sholihah. Pengertian dan patuh. Bagitu penilaianku dalam entitas Husna.Hingga episode itu terus mengalir bersama detik waktu. Menghantarkanku pada komitmen tuk merantau jauh berburu ilmu. Disitulah kami timbul problema otentik. Tak ingin ditinggal jauh. Tapi keinginan memberikan otorisasi kepada hati untuk memancangkan niat. Demi cita, Cinta akan kutinggalkan. Ia sering menangis untuk mengurungkan niatku. Tak jarang terlontar intimidasi kata yang menyulut kata putus dan perpecahan. Aku tak mau menggubris itu.
******************
Masih jelas pesona ayu itu. masih terasa lembutnya aksen suaranya. Masih jelas teringat perjalanan kepada menara itu.yang menghantarkanku pada cinta-nya. Dunia memang kejam, selalu menghjunus menggunakan metode pilihan. Mencoba defensif terhadap cinta, Namun cita mengalahkan segalanya. Inilah jalan yang ku ambil. Ku tinggalkan segalanya demi menjadi Elang untuk deskripsi masa depan. akan ku raungi semua mutiara yang ada di samudra ini.
dubai, Uni Emirat Arab, July 2010
Menara El-khalifa. Meliuk-liuk membelah angkasa. Menara tertinggi di dunia itu terbangun dengan arsitektur canggih. Aku memandanginya sejenak. Akalku tenggelam pada dunia halusinasi tingkat tinggi. Menerawang dunia metafisika yang tiada tahu kebenaranya. Kulihat sebuah cahaya bertengger diujung menara. Mirip seperti waktu itu. menara masjid itu. kulihat nama Husna terpampang kokoh di panel yang tinggi. Akankah ia terbang jauh dan tak kembali lagi, membaur dengan ribuan bintang lainya.
Kubuka surat yang ia berikan. Dengan kop surat” Bca ketika sudah berangkat”. Perlahan aku membukanya. Hanya dua potong kalimat
“Kembali, atau kita akhiri”
Aku keluarkan handphone dari tas kecilku. Aku mulai mengetik pesan
“Akhiri, dan Aku tak akan kembali”
Klik…!! Pesan terkirim. Perasaan galau berubah menjadi teguh. Setaguh oase ditengah gurun. Aku tak akan pernah di pecundangi oleh cinta. Mimpi menanti di depan sana.
Aku buka seluruh isi handphoneku. Aku segera mengambil chip kartu Mentari. Klek..!!! kartu itu aku patahkan dan segera kulempar keluar bandara. Good bye All….!
Menara El-Khalifa semakin tinggi kupandang. Fatamorgana langit. Tiada habis aku mengurut. Perlahan aku melihat nama husna bertengger. Namun kali ini ia sirna. Sirna ditelan senja yang meninggalkan pesan istirahat bagi seluruh alam.
Kairo , Desember 2010
Hidup itu memang pilihan. Dimana meditasi terhadap cita-cita itu diperlukan. Defensif terhadap ke iastiqomahan menjadi acuan untuk menjadi elang. Otorisasi terhadap diri akan didapat melalu perjuangan merajut mimpi.
Handphoneku berdering. Pean dari Indonesia. Oh..!! Alif..!! temanku .

“Asslamu’alaikum wr wb
Sehat sob..!! Kabar husna gimana??. Kok Ane denger dia Mau menikah kemarin??.” Lah Ente di kemanain.??.”
Segera aku tutup pesan itu. hanya akan mengingatkan pada episode lalu. Tak akan bergeming dengan berita itu. tak akan kembali dengan bukti otentik itu. aku akan terbang dengan sayapku sendiri. Mencari apa yang aku mau. Semangatku tak akan mengalami fase stagnasi. Hanya satu kalimat yang bisa ku hadiahkan untuk sebuah nama itu.
“ Baik-baik disana..!! semoga kau bahagia.
Langit berwarna merah saga. Mentari kembali keperaduan. Membawa sejuta berkah menutup hari dan menutup segalanya bagiku. Cinta, harapan dan hasrat. Tapi tidak untuk Elang hidupku . Ia masih bertengger kokoh diatas menara Cinta . siap menggapai mimpi selanjutnya. Siap mengais rahmat dan janji tuhan. Tuhan akan menggantikan jauh yang lebih baik dari sebelumnya. Aku ingin terus terbang bebas. Terbang diatas menara cinta.
Dany Novery Al-Faiz
Kairo Desember 2010, pukul 00:00



Tuhan Berikan Aku Cinta

Standar
Aku masih beridiri di bibir sungai nil.mengalir lembut,tenang dan indah.perahu-perahu kecil berlayar diatasnya.temaram lampu sepanjang jalan meberikan warna berbeda pada setiap tepian sungai. Indah. Sangat indah.perpaduan gemerlap malam dengan sungai terpanjang didunia ini.mengiaskan pada makna cinta yang terbalut pada satu kejadian. Nil dan gemerlap malam. Saat yang indah.
Entah sudah berapa lama aku terpatung disini.menyaksikan indahnya malam minggu ini. Hati bahagia,semua serasa ku miliki. Aku merasa dunia adalah miliku. Semua yang kubutuhkan telah ada disisiku.ya dengan cinta itulah aku merasa hidup.
Puluhan gadis Cleopatra berlalu-lalang dihadapanku.seolah menwarkan pesona. Namun bagiku,aku punya yang lebih dari Cleopatra itu.
“ lausamaht,,,, enta aiz dza…” Amira menyodorkan Es krim pedle pop ke arahku. Aku tersenyum dan menyambarnya.ia berbalik badan sewot.seperti manja memancing reaksiku.untuk kesekian kali aku hanya bisa tersenyum melihat tingkahnya.
Ya. Dia adalah Amira Raquel.bisa dibilang gadis yang mempunyai hubungan dekat denganku. Kami adalah mahasiswa satu kampus di british university of Egypt. Kami mengambil jurusan yang sama. Englis education.entah bagaimana kronologi aku bisa sedekat ini denganya.yang pasti kamu awalnya hanya sebatas sahabat yang saling berbagi hingga akhirnya kami memiliki ikatan emosional. Seperti saling memiliki.
Tak kalah seperti gadis mesir lainya. Dia adalah salah satu Cleopatra dari ribuan Cleopatra yang ada di negri ini. Aku-pun bersyukur bisa mengenalnya.dan aku ada rencana ingin sekali menikahinya,dan mendekatinya dahulu dengan bisa berjalan dan bermain bersama.namun lagi-lagi kami harus terbentur pertauran negri ini. Yang melarang akan berjalan selain muhrimnya.bukan peraturan Negara. Melainkan aib yang menjadi budaya.tidak banyak hal yang aku tahu dari dia. Hanya sebatas dia anak orang kaya dan berdedikasi tinggi.berjilbab,dan dimataku ia sholihah dan sempurna. Hubungan yang baru berjalan lima bulan ini begitu aku nikmati. Aku rasanya tak bisa jauh-jauh dari dirinya. Rasa khawatir selalu tumbuh begitu saja saat tiada kabar beberapa saat. ya aku sangat mencintainya. Dan tak ingin aku melukai perasaanya walau secuil.
“ Kapan mau melamarku..???!.”. Ia angkat bicara . aku bergetar hebat saat kata itu tiba-tiba mengalir dari bibirnya.mengalir dan terlempar kencang hingga membentur hatiku.aku belum bisa membalasnya.hanya diam.belum percaya. Harusnya aku yang memulai pembicaraan seperti itu. Bukan dia.
“Kenapa diam…?? Sampai kapan mau terus begini baby.. tanpa satatus..!!.” ia kembali tersipu malu setelah mengucapkan kalimat itu. Sedangkan aku bertambah kelu. Aku belum percaya akan memiliki serta menikahi gadis mesir ini. Apa nggak salah apa yang ia ucapkan barusan?? Apa aku mimpi??.” Aku mencoba meyakinkan diri dengan mencubit pipiku sendiri. Uh….ternyata aku tidak sedang bermimpi. Ini sungguhan..” aku menggumam setengah belum percaya.
“Kamu serius.. sudah siap dengan semua ini??” aku bersikap dewasa. Padahal hatiku masih ketar-ketir.ia mangangguk lirih.setengah malu. Lagi-lagi senyum manisnya dilemparkan kearahku.membuatku tak ingin berpaling kearah manapun.
“Minggu depan aku akan datang kepada orangtuamu,untuk menjelaskan semuanya.Saya mau kamu pikirkan hal ini dengan matang..”
“Tidak… aku sudah memikikanya jauh-jauh hari,bagiku kamu adalah pria yang bertanggung jawab dan baik. Aku sudah lama menginginkanmu Ikhwan…”. Satu detik setelah kata itu meluncur serasa aku berada diudara.terbang melayang-layang diatas langit cairo.terbuai oleh sanjungan yang semu.terbang dan tak ingin rasanya aku cepat-cepat turun.
“Bikalah.. aku akan segera menemui orangtuamu senin depan..”. aku menarik nafas berat. Amira kemali menawarkan senyumnya.
Seminggu kemudian
Aku sudah dan sofyan,teman yang aku ajak sebagai saksi lamaranku sudah berdiri di depan Masjid Utsman bin Affan. Ku menunggu kedatangan Amira untuk menjemputku. Aku belum tahu dimana ia tinggal. Karna merupakan aib besar bagi budaya mesir bermain di rumah yang bukan mahrom. Apalagi berlawanan jenis. Haram ‘alaik…!!” begitu kata orang mesir.
Beberapa menit kemudian ia sudah muncul dengan pakaian hijau yang membalut tubuhnya.sangat cantik. Bagiku berpenampilan sederhana saja ia sudah sempurna. Apalagi dengan berdandan. Excellent. Ia mengajaku berjalan beberapa ratus meter kebelakan masjid. Hingga menemui build 103 , kamipun menaiki tangga hingga tingkat empat.
“ TOK…TOK..TOK..!!” Amira mengeoik pintu. WUSH.. tiba-tiba hawa dingin mengalir keseluruh aliran darahku.membuat semuanya beku. Otak,suasana hinga bibir ini. Saat aku menatap Ayah dan Ibu amira sudah menunggu kedatangan kami.persiapan dan jamuan untuk menerima kami sudah sangat siap. Tanpa cacat bagiku. Dingin kini benar-benar menguasi seusana. Membuatku lupa dan down dengan sesuatu yang akan aku hadapi. Ya allah… kuatkan hamba..”. aku berdoa dalm batin.
Amira memohon diri untuk kekamarnya bebarapa saat. Aku hanya tersenyum getir. Masih bingung.dengan clotehan bahasa arab Ayah dan Ibu Amira mulai berbasa-basi sedikit dengan aku dan sofyan. Aku berusaha sebisa mungkin membalikan keadaan sebelum acara inti itu akan dimulai.
Tiba-tiba. Amira datang dari arah kamarnya dengan penampilan yang berbeda. Sangat cantik.rambut yang tersisir dengan rapi,gaun hijau yang anggun serta tata rias yang semakin membuat penampilanya semampai. Senyum yang mereka begitu indah. Gigi-gigi yang berjajar rapih seperti mutiara yang di timpah sinar purnama. Aku belum bisa mengalihkan pemandangan itu. Inilah bidadari yang turun dari syurga. Inilah Aisya istri rosulullah yang cantik. Inilah bunga syurga yang Allah ciptakan untuku,Inilah puisi yang indah untuk hidupku., Inilah………..!!.”. ARGH…!! Tiba-tiba saja sofyan mencubit pahaku. Aku merintih dan menatap tajam kearahnya. Aku belum tahu maksudnya ia mencubitku. Kemudian aku mengikuti arah pandangya yang menuju Amira.
“ASTAGFURULLLAH….!!”. aku menggumam hebat. Baru aku sadari ternyata sosok Amira dihadapanku tak lagi mengenakan jilbab.Dia benar-benar telah melepasnya dan berganti pakaian ketat. Aku tak menyadarinya dari awal.terlalu terlena dengan kecantikanya , sehinga membutakan semuanya.Badai tiba-tiba saja muncul dan menghantam kearahku. membuatku merasa sakit. Dan badai itu serasa semakin kencang dan besar dan aku berharap segera saja menghancurkanku dan menyeret keluar dari ruanagn ini. Ditambah petir yang serasa tiba-tiba saja menyambar dan memekikan telingaku. Membuat aku shok setelah aku menatap gambar tato salib berukuran kecil pada lenganya yang terbuka. Aku kecewa. Ternyata ia adalah seorang kristiani.
Aku benar-benar tak menyangka dan diluar dugaan. Jilbab yang ia kenakan selama ini hanya sebatas budaya yang berlaku.aku berfikir dia adalah seorang muslimah yang sholihah. Tanpa kusadari ia adalah orang yang berbeda akidah denganku. Aku semakin sakit rasanya jikalau mataku kembali menatapnya yang sedang terduduk disamping kedua orangtuanya. lebih sakit lagi setelah mendengar peryataan kalo ayahnya adalah Pastor Kristen Koptik di Gereja Santo.sungguh siang ini menjadi petaka besar bagi sejarah hidupku. Tanpa pikir panjang, aku dan Sofyan segera meninggalkan rumah itu dengan sedikit tindakan tidak sopan. Aku membatalkan semuanya….
Dengan buru-buru aku dan sofyan menuruni tangga dan meninggalkan rumah yang menjadi tanduk dukaku.langkahku semakin cepat. Secepat aliran darah yang mengalir deras setelah jantung beberapa kali memompa dengan cepat . Dari kejauhan aku melihat Amira menangis sedih melihat aku membatalkan pertunangan. Airmatnya bajir seketika saat aku melangkahkan kaki menjauhi rumahnya. Ada rasa tak rela yang mengantung berat dihatinya. Matanya menyimpan sejuta kekecewaan,namun wajahnya masih menyimpan binar rasa cinta untuku. Air mata yang tiada henti keluar mengisyaratkan masih ada cinta yang belum rela layu dan mati begitu saja. Airmata itu akan menjadi saksi kalau ia mencintaiku.Pengorbanan dan masa-masa indah kami berdua ternyata harus berakhir dengan keputusan yang pahit. Ikhwan…!! Jangan tinggalkan aku..!!” ia beteriak dari kejauhan memohon. Aku diam. Maafkan aku Amira………
########################################
Waktu terus mengalir. Detik mengejar menit. Menit mengejar jam. Dan seterusnya. Membentuk suatu kisah lembaran hidup baru pada sebuah episode kehidupan. Selalu menuangkan kisah-kisah yang berbeda pada setiap peristiwa.
Tak terasa sudah dua tahun aku hidup tanpa cinta. Bukan aku tak mau mencari lagi. Banyak yang mengharap padaku. Tapi entah kenapa. Bayang-bayang Amira selalu bertandang keras di otaku. Setiap kali aku ingin mengusirnya ia bertambah semakin dekat. Kenangan bersamanya tak akan bisa aku lupa. Terlalu indah untuk dilupakan.Meski kami berbeda keyakinan. Namun itu sebatas memori. Tak akan ku korbankan agama demi sebuah cinta pada seorang Cleopatra. Muslim hanya dengan muslim. Non-muslim dengan non-muslim. Begitu firman allah.
Selama waktu dua tahun itu juga. Aku berhenti bersahabat dan bergaul denganya. Karna dengan melihatnya , hanya akan menambah luka baru. Sering ia mengirim surat dan pesan singkat. Namun bagiku itu semua tak akan berguna dan menggoyahkan ke istiqomahan-ku sebagi muslim.Sejak saat itu juga aku sudah jarang melihat pesonanya. Dan aku berganti nomor handphone.Aku selalu berdoa , semoga allah akan memberikan yang lebih baik. Mengganti yang labih baik. Hatku sudah tertuup rapat untuk perempuan yang bernama” AMIRA RAQUEL”. Selamanya.
Entah sudah berapa lama aku hidup dengan kesepian ini. Aku merasa tak betah dengan segalanya. Aku ingin segera mengakhiri masa mudaku yang sudah menginjak usia dua puluh enam tahun. Hingga terbetik dihatiku ingin menikah kembali. Lupakan Amira,dan muali hidup baru..”. Begitu gumamku.
Siang hari-nya. Aku meniatkan ingin berkunjung ke masjid Al-Azhar. Aku ingin berkonsultasi dengan para syaikh tentang maslah jodohku. Supaya aku tak terjerumus pada maslah yang sama. Aku ingin mereka yang memberikan masukan untuk hidupku kedepanya.
“ Asslamu’alaikum,,”. Aku menjabat tangan syaikh Ahmad Shibbiy. Ia menerimaku dengan ramah. Layaknya gaya hidup para ulama yang zuhud dan berpendidikan. Ia benar-benar menerimaku layaknya tamu allah yang mulia. Menjamu dan ber- mujamalah dengan baik.
“ Ya Syaikh…! Aku ingin segera mengakhiri masa yang penuh fitnah ini dengan jalan yang halal , yaitu dengan pernikahan..!!” adakah masukan untuku..”. aku bertanya datar dengan sopan. Syaikh ahmad tersenyum ringan. Memandangi wajahku dengan ramah. Kemudian manepuk-nepuk bahuku beberapa kali.
” Apa yang kau cari di perniakahan nanti wahai anaku??.”
“ Hanya Ridha Allah ya Syaikh…”
“ Apakah kamu sudah memaantapkan hati,jiwa dan segalnya untuk bisa menjaga dan menafkahi nantinya??”
“ Insyaallah… selama itu Al-Haq, dan itu kewajiban saya,saya akn siap melakukanya sebagai suami”. Syaikh Ahmad kembali terdiam. Namun wajah teduhnya masih jelas terpancar. Hingga beberapa saat ia masih terlihat berfikir.
“ kamu siap menjual diri dan semuanya untuk agama Allah??. Ia bertanya. Aku masih bingung. Namun tak ada pilihan kecuali aku menjawabnya.
“ Tak ada pilihan ya Syaikh… allah itu tujuan tertinggi setiap manusia yang beriman”.
“ apakah kau mau kutunjukan sembuah kebaikan??”. Ia bertanya. Aku masih bingung juga. Ia membuka dompetnya dan mengeluarkan selembar kertas foto dari dompet. Kemudian ia menyerahkan kepadaku.
“ Nikahilah dia..!!”. aku terjembrarb kaget saat menerima foto itu. Hatiku kembali dingin dan telik. Bagaimana aku mau menikahi sedangkan dalm foto itu adalah wanita menggunakan cadar dan tertutup wajahnya. Bagaiman aku bisa berta’aruf.
“ Ia adalah Zahra Khoirul Mar’ah.. cucuku..!!. ia menjelaskan.aku masih tertegun dan gemetaran. Aku masih ragu dengan semuanya. Apakah aku akan menikahi seseorang wanita yang belum aku kenal dan belum pernah aku melihatnya. Bagaimana kalau dia tak sesuai dengan seleraku. Bagaimana kalu dia adalah gadis yang akan menjadi bencana bagi rumah tangga. Uh….!!.”. aku menhela nafas panjang. Aku baru teringat akan niatku untuk menikah. Bukan untuk mencari selera. Tapi ibadah. Aku yakin Syaikh Ahmad telah memilihkan hal yang terbaik untuku. Tak pantas dan alangkah hinanya bila aku manolak tawaran yang suci itu. Akhirnya aku menerimanya dengan siap menerima apa adanya. Dan minggu depan aku akan menikah.
1 minggu kemudian
Aku sudah didepan penghulu. Syaikh Ahmad menjadi wali hakim Zahra. Wanita yang akan menjadi istriku. Aku segera menyodorkan mas kawin kehadapanya. Sedangkan Zahra tak berada disampingku melainkan berada dikamarnya. Kehadiran perempuan calon istri pada saat akad bukanlah hal yang wajib dan diharuskan. Melainkan ke afdholan. Yang utama adalah wali hakim yang menerimanya.Beberapa saat kemudian acara dumulai.
“ saya terima nikahnya Zahra binti Huseen Al-Abid dengan mahar uang sebesar tiga ribu pound dan seperangkat alat shalat,dibayar tunai..!!”.
Saat itulah beribu malaikat melejit dari arsy mengaminkan doa-doa. Menebar bunga-bunga rahmat bagi rumah tangga yang baru saja siap untuk berlayar. Terus berterbangan rendah mengepakan sayap memberi keteduhan pada suasana yang penuh dengan keteduhan batin. Udara semakin hangat. Sehangat suasana yang baru saja terjadi. Langit ikut cerah,meramaikan keindahan yang telah dijanjikan.
Akad pernikahan selesai
Aku berjalan lambat mendekati kamar sang istriku. Selambat keraguan yang terus bertandang.entah mengapa hatiku kembali bedesir kencang saat aku akan menemui sang istriku yang tengah menunggu dikamar. Bertambah ragu…
Kubuka kordeng kamar. Perlahan kulihat Zahra,istriku tengah menungguku di kursi ruangan kamar. Cadar yang menutupi wajahnya terus menempel. Menambah segunung penasaran.
“ Zahra……!”. Aku memanggil lirih. Ia tersipu malu nampaknya. Ia tak menoleh sediktpun. Melainkan terus menundukan pandangan. Aku semakin ingin tahu dibalik wajah yang tersebunyi itu.
“ Zahra istriku…!” aku kembali memanggilnya. Namun ia tak menoleh. Tetap tersipu malu. Aku semakin merasa berani untuk mendekatinya. Perlahan aku mendekatinya dan kuelus ubun-ubunya. Kubacakan doa-doa yang diajarkan rosulullah.ia tetap tenang dan lugu. Aku-pun semakin ingin segera menyentuhnya setelah ia halal menjadi bagian dari hidupku.
Denga perlahan juga ia mula beridri mentatapku. Pelan tapi pasti. Kemudian perlahan pula ia mulai membuka cadarnya.
“ Zahra.. tunggu..!! “ aku menyela. Ia diam. Itu adalah tugas suamimu yang membukanya. Barkan aku yang melakukanya…” . ia mengangguk patuh. Perlahan aku mulai mencium aroma wangi dari tubuhnya. Sewangi syurga allah. Aku mulai menyentuh bagian cadarnya. Dan melepaskan jarum yang merekatkanya. Semakin bergetar
Sedetik- Duadetik- Tigadetik
“ ALLAHU AKBAR-ALLAHU AKBAR!!!. Tiba-tiba saja kalimat takbir mengalir begitu saja. Pelangi membentang indah dengan seribu warna yang anggun. Penghuni langit bertahmid bersorak gembira menyaksikan dua hamba yang tengah berdua’an. Airmata tak mampu terbedung mengalir dengan sendirinya saat aku mendapati sosok wajah yang kubuka itu itu adalah Amira.Amira Raquel. Subhanallah…..!!’. kubentangkan sujud syukur saat itu juga tanda syukurku pada sang kholik, yang maha adil, yang yang menguasai cinta dan yang mengetahui rahasia dibalik peristiwa dan hikmah.. wanita dihadapanku-pun menangis haru. Kupeluk dirinya hingga beberapa saat untuk melampiaskan kerinduan yang telah lama terpendam.
“ Kau Amira kan..??!!” aku bertanya setengah belum percaya. Terus menangis.
“ Amira telah lama hilang terkubur masla lalu, dan Zahra Khoirul Mar’ah kini telah mengantikan Amira Raquel yang lama. Setelah aku mendapatkan hidayah untuk kembali kepada fitrah manusia yaitu Islam.. Inilah namaku yang baru… aku adalah seorang muslim sekarang….!!”. Ia menagis haru. Kupeluk erat-erat istriku itu. Kebahagiaan itu kini kembali lagi. setelah sekian alama aku selalu berdoa” tuhan berikan aku cinta”.Setelah lama doa-doaku terus mengiringi semangat ikhtiarku yang tiada henti. Takdir telah membukakan segalanya. Hikmah telah menjawab segalanya. Semesta bertasbih menyempurnakan segalanya.







Jemput Aku Di Alexandria

Standar
Aku duduk bersanding dengan bidadari bermata indah.yang terus menwarakan kesejukan disetiap tatapan Selingan matanya mengingatkanku pada kerinduan yang hamper lenyap. yang telah lama terkubur dan tak mampu terungkapkan lagi.rautnya lesung pipit dan Make up yang alami pada wajahnya. Indah. Sangat cantik. Gaun pengantin yang ia kenakan begitu eksotik.terbayang menggambarkan bidadari yang pertama kali menyambutku di pintu gerbang syurga. Aroma wewangian dari tenda biru semerbak mengguyur sekelilingku. Sesekali ia melirik malu kearahku. Aku membalasnya dengan senyuman yang ringan. Saat aku menangkap senyumanya,laksana embun pagi yang menetes didedahanan saat subuh datang.ditambah gerimis kecil yang turun lembut mengguyur bumi.menambah haru dan hening suasana. Sangat bahagia.
Ya bagiku dia adalah Aisyah. Istri rosulullah yang cantik.kami terus berdiri sejajar sambil menyalami para tamu yang memberikan ucapan selamat pada pernikahan kami. Ribuan salam dan doa terus bergeming diantara rasa bahagiaku. Lautan doa membanjiri pesta pernikahanku. Tak kudapati sepotong-pun wajah yang kusut. Semuanya bahagia melihat kebahagiaanku.entah itu sebatas acting drama para tamu untuk menghormati ini semua. Atau memang dari ketulusan hati untuk mendoakan. Bagiku kehadiran mereka merupakan kebahagiaan tersendiri.
Perlahan istriku menatapku dengan ringan dan teduh. Seindah panorama padang sahara dipenggalan senja. Satu tatapan laksana seribu bunga yang gugur wangi dari tangkainya. Perlahan ia meraih tanganku. Menyalami dan menciumnya. Tanda hormat kepada sang suami.
“ Aku menyayangimu karna Allah Mas…!!”. Suara itu tiba-
tiba saja mengalir hebat dan cepat. Secepat jantungku yang bak belum siap untuk menangkap suara anggun itu. Hanya bisa diam dan No Comment. Perlahan ia mengeluarkan secarik kertas dan menyisipkan disaku bajuku. Aku membiarkanya.
“Jemput aku nanti ya Mas…??.aku bingung. jemput kemana.Suara itu bak akhir segalanya.
PRANK…PRANK…!!!. Aku terkaget. Tiba-tiba saja suara dadakan itu bak mengakhiri semuanya. Memaksaku untuk menerima satu kenyataan yang realita. Membuyuarkan alam maya yang tengah membawaku pada kebahagiaan..terus mendorong dan meyakinkanku untuk tetap menyadari keadaan. Aku terbangun. Hanya mimpi. Aku berdiri mencari sumber suara.Kulihat seekor kucing menjatuhkan piring hias dari lemari tengah. Membuyarkan mimpi indahku dengan Aisyah-ku. Membiarkan sepotong mimpi itu harus hilang sebelum aku menjawab ucapanya.
“Kemanakah Aisyah-ku…??!.” Aku belum bisa percaya kalau itu hanya mimpi. Kemanakah istriku yang cantik itu??. Kemanakah wajah pipit lesung itu?? Kemanakah suara indah itu??.UH…..!!. Sudahlah..!!.itu hanya bunga tidur. Aisyah itu tak akan pernah ada untuku. Hanya fatamorgana hidup. Semakin aku mencari hanya akan mendapati kegagalan. Oh…!! Aku ingat ia menyisipkan surat dibajuku..!!Mana dia???. Aku menggledah seisi kantongku, namun nihil. Untuk kali ini aku dibuat seperti orang gila. Ya gila. Sudah tahu hanya mimpi kenapa sekan aku belum bisa merelakan wajah teduh itu hilang begitu saja, seiring waktu yang terus berkejaran. Aku terus menggleda kantong baju, namun hanya handphone yang aku dapatkan.
Kusandarkan badan yang kulai pada lemari kayaku-ku. Masih jelas teduh wajah bidadari yang bersanding denganku di pelaminan. Meski hanya ada dalam mimpi. Masih jelas senyuman itu terus membayang dan menari disetiap jarum jam yang berdetik. Seolah dingin yang menyerangku bertubi-tubi tak mampu melenyapkan bayangan teduh itu. Justru semakin menguatkanya. sudah lama aku merindukan kekasih hati yang siap untuk berbagi dipelaminan. Namun Allah belum memberikanya. Dari segi ma’isyah aku sudah siap lahir dan batin. Namun kemungkinan ikhtiarku dalam mencari jodoh sangat kurang. Harapan dan usaha tak seimabang. Hingga aku dibawa larut oleh mimpi ini. Mimpi dipernikahan. Ya Allah…. Pertemukan Hamba dengan kekasih halal-ku.. telah lama kiranya hamba melajang. Sehingga banyak sekali maksiat yang menjadi sahabat. Berapa banyak angan bersama orang lain yang sebenarnya bukanlah milik dan halal bagiku.. jangan biarkan aku berlama-lama hidup dalam kemaksiatan !!.”. aku menggumam lirih.
“UH…!!”Aku menghela nafas panjang.Handphone-ku bergetar ringan. Alert SMS berbunyi. Aku segera membukanya.
“Aslmkm
Jadikan kita besok pagi ke Alexandria. Mobil berangkat pukul 07:00. kita berkumpul di depan suq sayarat. syukron
Aslmkm
Ihsan.
Aku dan rekan kekeluargaanku berjumlah dua puluh orang telah berkumpul di depan suq sayarat. Menunggu mobil yang akan menghantarkan kami rihlah ( jalan-jalan) musim panas ini. Mayoritas mereka membawa anak-anak mereka yang masih usia dua tahunan. Sangat gemas aku dibuatnya. Tujuan kami adalah benteng utbay dan beberapa wisata Alexandria lainya. Kami akan menghabisakan waktu sekitar satu minggu disana. Matahari bersinar ramah dan berjalan lambat dibalik awan. Alam menyambut pagi dengan gembira. Begitu-pun rekan-rekanku. Tak nampak guratan sedih pada sosok-sosok yang siap berangkat menikmati pesona bumi seribu menara ini. Namun tidak denganku. Entah, wajah gadis itu masih bertandang dan tak mau pergi. Mungkin dengan Rihlah ini aku akan seperti biasa lagi..”. aku menggumam.
Sudah empat hari aku menghabiskan waktu untuk menikmati pesona kota Alexandria. Setelah mengunjungi pusat-pusat hiburan, pagi ini kami akan beranjak ke maktabah Alexandria. Untuk mencari kitab-kitab yang langka ditemukan. Sepanjang perjalanan bagiku sangat membosankan. Bosan yang bukan aku buat, tapi memang rata-rata rekan-rekanku sudah beristri dan menggendong momongan. Jadi mereka terfokus pada istri-istri mereka. Sedangkan aku, hanya berteman MP3 dan murotal Al-qur’an yang menjadi hiburan sepanjang jalan. Hanya dua orang rekanku yang belum menikah. Namun mereka telah bertunangan,. Sepanjang perjalanan merekapun bercakap dengan calon istri mereka yang entah dimana posisinya. Sekali lagi aku merasa iri saat pasangan suami istri terlihat sangat akrab dan mesra. Saling berbagi kasih disaat rihlah. Bukankah itu hal yang paling menyenangkan dengan pasangan??. Aku menggumam kecut. Tapi aku tak boleh iri. Karna memang tuhan belum menakdirkan aku dengan jodoh-ku.
Mobil berjalan lambat dan berhenti di halte. Semua yang ada di Bus keluar dan berhamburan entah kemana. Ingin sekali aku ikut mereka. Kemana mereka akan mengunjungi tempat selanjutnya. Namun aku takut mengganggu keharmonisan mereka. Tidak sepantasnya juga aku bergabung dengan rombongan yang sudah berkeluarga. Tahu diri.Aku duduk sendirian di kursi dekat taman. Bingung membuatku serba salah untuk melakukan sesuatu. Sepi membuatku seakan bosan untuk melakukan semuanya. Debu-debu sombong yang berterbangan kesana-kemari menambah dongkolnya hati ini. Serasa aku ingin lampiaskan segala emosiku terhadap suatu benda. Namun budaya maluku masih menguasi dan mebisikan seauatu untuk menahanya. Aku terus diam dan memandangi airmancur yang terletak disebrang taman.
Hawa sejuk berhembus dari arah timur. Angin sepoi membelah rambutku yang sudah kering sejak tadi. Mentari yang sombong tak mampu mengalahkan teduhnya pohon zaitun yang rindang . Membuatku terus ingin berlama-lama dan tak ingin beranjak darinya. . saat itulah aku melihat seorang kakek tua berkaca mata hitam dan berpakaian kurang rapi.. Hatiku belum berhenti bergumam, keganjalan terus mengukir sepanjang jalan pikirku. Karna ia mengenakan tongkat untuk menyisir jalan. Setelah lama aku memperhatikanya, aku baru sadar bahwa ia adalah orang yang buta.
Kakek buta itu terus berdiri ditepian jalan raya. Mencari peluang uantuk bisa menyebrang dijalanan yang ramai. Berkali-kali ia maju dan mundur diakibatkan ramainya mobil yang membuatnya tidak bisa menyebranginya dengan bantuan tongkat. Beberapa kali kendaraaan mobil-pun hampir menyerempetnya. Namun tak ada seorangpun yang bergeming untuk membentu menyebrangkan.
“CIIIT……!!!. Untuk kesekian kalinya sebuah mobil tramko nyaris menabraknya. Kakek itu terkaget dan terpental mundur hingga terjengkang akibat menghantam bahu jalan. Namun belum kulihat juga orang yang peduli. Beberapa ammu-ammu berkepala botak hanya memandangi dengan acuh dan sinis. Inilah keturunan Fira’aun..!!.” aku menggumam sengit.Inilah manusia kota. Solidaritas dan tenggang rasa tak lagi menjadi budaya. Hanya sebatas slogan untuk menghiasi media,menarik masa, meraih kedudukan. Semua mengatas namakan solidaritas dan kemanusiaan. Aku bangkit cepat. Secepat rasa emosi yang menguasai raga ini terhadap pemandangan itu. Aku bergegas secepetnya. Untuk bisa menghampiri kakek tua itu. Kusalami dia dan kutawarkan diriku untuk membantunya. Ia mengangguk senang. Hingga beberapa saat aku bisa menyebarangkanya.
“Terimakasih nak…”
“ Iya Kek, sama-sama..”. aku tersenyum renyah
“Kau Anak yang Baik, Sulit mencari manusia sepertimu saat Globalisasin seperti ini nak..semua telah membutakan mata hati meraka??. Kakek itu memujiku.
“ Ah.. Kakek jangan terlalu berlebihan kek?? Bukankah ini yang diajarkan agama kita Kek, bukankah Allah itu tidak pernah berpilih kasih dalam memberikan rahmatnya bagi seluruh manusia?? Bahkan bagi seluruh alam!! Apalagi kita hanya manusia yang lemah Pak,, tak pantas kita berbuat bakhil terhadap sesuatu apapun. Kita Adalah muslim, solidaritas dan mengutamakan hajat yang lain itulah landasan kita??. “ aku menjawab sekenanya. Kakek itu tersenyum bangga kearahku. Meski arah pandangnya tak sempurna lurus ke arahku. Melainkan sedikit menyamping kearah pohon. Entah tiba-tiba saja udara sejuk kembali menghampiriku. Saat kuhirup terasa menyebar keseluruh aliran darahku.
“Besok kamu kerumah Kakek ya,, Sebentar??.” ia menunjuk rumah diseberang sana yang berjarak seratus meter dari jalan raya. Aku mengangguk. Hingga beberapa saat aku tak melihat dia lagi.
Hari ini hari terakhir aku rihlah. Aku akan kembali ke kairo setelah ini. Kukemas barang-barang miliku dan kumasukan dalam ransel. Tiba-tiba aku baru ingat kalau kakek tempo hari memintaku datang kerumahnya sebentar. Aku malas sekali untuk memenuhinya. Namun terlanjur aku meng” iya” kan. Aku harus menepati janji!!. Aku segera keluar dari hotel tempatku menginap dan menuju kediaman kakaek tempo hari. Sepuluh menit kemudian aku sudah berada didepan rumahnya yang sedikit terlihat reot dan miskin. Perlahan aku ragu mendekati. Namun aku sudah didepan rumahnya tak ada alas an untuk berbalik niat..” aku menggumam.
“TOK..TOK..TOK…!!. pintu terbuka. Seorang perempuan berusia limapuluh-an membuka pintu. Ya ia adalah istri kakek itu. Aku dpersilahkan duduk dan mengobrol dengan kakek. Jamuan makan dan minum terus mengiringi obrolan kami.
“ Dimana kamu menimba Ilmu Nak..??.” ia bertanya untuk yang kesekian kalinya.
“ Di Al-Azhar Cairo Kek…”
“Jurusan apa Nak??
“ Jurusan syari’ah Islamiyyah Kek…”. Ia mengangguk-angguk. Kali ini anggukanya lebih serius. Seperti ingin berlanjut pada obrolan yang sedikit lebih panjang.
“Bagaimana menurutmu kedudukan seorang Wanita yang miskin dan belum menikah lantaran keadaan yang menyudutkanya??.”
“ ALlah-lah yang akan memperkayakanya saat ia telah menemukan jodohnya kek…!! Itu janji Allah dalam Al-Qur’an..”
“Bagaimana pendapat Islam mengenai Paras yang cantik, kekayaan dan nasab dalam memilih calon pendamping Nak..??.” Ia bertubi-tubi mencecarku dengan pertanyaan.
“Rosulullah bersabda, pasangan hidup dicari karna tiga hal. Paras, Nasab( Kekayaan), dan Agama. Namun di akhir hadis Rosul memperintahkan untuk memilih agamanya. Karna itu akan menjadi pondasi dalam rumah tangga, paras dan kekayaan bisa hilang seiring waktu kek, tapi agama sampai kita mati dan ke syurga akan menjadi pedoman. ..”. kembali ia terdiam setelah mendengar paparanku.lebih serius lagi.
“ Adakah dalil yang menerangkan tentang keutamaan agama dalam memilih pasangan hidup.??.” .Ia bertanya lagi. Kali ini lebih serius.
“ Ada..!! rosululah bersabda dalam hadis yang Shohih: jika datang kepada kalian seseorang hamba yang baik akhlak dan agamanya maka nikahilah dan terimalah dia. Jika tidak, sungguh akan terjadi fitnah( bencana hidup) yang besar..!!”. aku menjawab dengan nada lebih serius. Mencoba meyakinkan.
“ Apakah kamu seorang Muslim..??. tiba-tiba ia mencecarku dengan pertanyaan yang diluar dugaanku.
“ Tentu Kek….!!.”. aku menjawab sedikit tinggi.
“ Apa kamu siap menjalankan hadis rosulullah tadi??.” . aku terdiam. Masih bingung.Apa maksudnya kakek bertanya tentang hal itu. Namun aku harus segera menjawabnya.
“ Insyaallah…!!!”. Aku menjawab mantap. Kakek itu kambali tersenyum tenang. Ada biasan kebahagiaan yang terpancar pada raut keriputnya. Aku masih penuh dengan tanda Tanya. Ia mulai meraih pundaku dan mendekatkan badanya kaarahku.perlahan ia mulai bersiap-siap mengalirkan kata-kata lagi.
“Kakek adalah orang yang miskin, harta tak punya hanya rumah reot dan agama yang kakek punya. Demi mengamalkan ajaran allah untuk tidak meninggalkan generasi-geerasi yang lemah. Kakek ingin menawrkan Anak kakek semata wayang untukmu. Kakek tahu kamu bisa membawanya pada jalan yang lebih terarah. Meski kami adalah orang tak punya, tapi anak gadis yang kakek punya , Ia adalah seorang Hafizah tiga puluh juz. Jadi kau tak perlu khawatir dengan agamanya..”.
patir tiba-tiba saja menyambar dekat kedua telingaku. Memekikan segalanya. Angin keras perlahan bertiup kencang dan memutar-mutarkan segalanya. Termasuk hati dan otaku. Saat kutatap kakek itu ,seribu pelangi terdampar disisi petir yang menggelegar. Antara indah dan malapetaka. Aku bergetar hebat setelah mendengar paparanya. Keringat dingin membanjiri seluruh tubuh.entah aku kembali bermimpi untuk mendapatkan jodoh atau tidak. Disisi lain aku bahagia akhirnya impian untuk menikahku terkabul. Disisi lain juga aku masih ragu dengan anak kakek yang miskin ini. Dalam benaku hanya pandangan kusut dan jorok yang akan kulihat pada anak gadisnya nanti. Sekumuh bapaknya yang tengah berhadapan dengankau. Petir terus menggelegar.
“Kau boleh melihatnya dulu..”. kakek itu menwarkanku untuk melihat anaknya itu.kata sudah habis bagiku untuk kualirkan. Hanya bisa mematung untuk menyaksikan yang akan terjadi.
“Fatimah…..!!!”. ia memanggil anaknya dari ruang tamu.
“Iya Bi….!!”
“ Sini nak, Ada yang ingin melihatmu…!!.” Kembali jantung memompa keras keseluruh aliran darah. Hujan bersama petir tak kunjung reda, bahkan siap akan menjadi badai tornado yang siap menghancurkan segalanya saat ku telah menatap gadis itu. Ku menenangkan sebisa mungkin keadaan ini.
“ Sebentar Bi…..!!”. WUSS…!!. Kembali suara itu terdengar lembut. Menambah getaran dan rasa panasaran.mataku tertuju pada pintu ruangan tengah. Tempat ia akan keluar. Satu detik bagaikan hal yang paling menakutkan bagiku. Aku melihat gambaran taman yang indah dan angin rebut yang mengelilingi pintu itu. Akan menjadi hal yang indah jika ia memang sesuai yang aku inginkan. Atau bahkan akan menjadi badai bagi hidupku yang akan menghancurkan bumi dan segalanya miliku.
Pintu mulai bergerak. Beranda ia akan segera keluar. Mataku tak mampu berkedip untuk berpaling darinya. Sepotong kerudung hijau mulai kutatap dari celah kordeng. Kembali hatiku bedesir. Udara panas menjadi dingin seketika. Dan seakan siap menjadi Es jika aku tak mampu menguasi keadaan. Seperuh wajah mulai kutatap samar dari jarak lima meter. Ekspresiku tak mampu kubayangkan jika diabadikan dengan kamera. Pasti akan sangat memalukan. Aku telah melakukan ekspresi yang pasti tak akan aku lupa seumur hidupku. Perlahan ia mulai menarik keseluruhan pintu kordeng.
SEDETIK-DUA DETIK-TIGA DETIK
“WUSSHHH…!!!.
Sepotong senyuman indah menari didepan mataku. Seorang bidadari berdiri tersenyum kearahku. Matanya indah. Wajahnya lesung pipit. Persis seperti wajah perempuan yang ada dalam mimpiku. Ia mengucapkan salam. Suara itu masih tak asing ditelingaku. Suara anggun yang pernah membisikiku dalam bunga tidur. Setiap satu kedipan matanya, bagiku mampu merubah duniaku. Setiap satu senyuman mengingatkanku pada mimpi yang belum bisa hilang.Ia berjalan pelan menuju arahku. Seketika udara panas kembali mejadi salju yang turun ditengah gurun sahara. Menghapus panas yang kian lama merongrong. Mengubahnya menjadi lautan kesejukan yang tiada bertepi. Membawa pada nuansa indah. Menggambarkan lukisan hidup yang tiada dusta. Aku terus terbuai pada kebahagiaan . serasa aku berjalan bersamanya disebuah taman yang dipenuhi seribu macam bunga. Kicauan burung mengiasi kebahagiaan yang teruah. Kupu-kupu yang indah hinggap diantara kepalanya. Memeancarkan kecantikan yang semampai.
“Inilah Calon Istrimu.. jika kau mau..???. Kakek itu kembali tersenyum. Habis sudah kata yang akan aku keluarkan. Hanya bisa menyadarkan diri kalu ini bukanlah mimpi lagi. Beberapa kali aku mencubit pipiku. Namun terasa sakit. Aku yakin ini bukan mimpi. Ini nyata. Hingga akhirnay tak ada kata yang pantas aku ucapkan selain kata “AKU MENERIMANYA”.
satu bulan kemudian
Seribu bunga bertabur indah dilangit-langit Cairo. Bulan tersenyum lebar membuka dirinya lebar-lebar pada purnama yang indah.pepohonan kaktus memandangiku dengan tenang di padang sahara dari kejauhan. Memandangiku dengan Fatimah yang tengah bertasbih merayakan hari pernikahan. Duduk di kursi yang tinggi dan berhiaskan kain Tapis keemasan. Laksana permaisuri dan raja yang dipertemukan dalam episode yang singkat. Yang berakhir pada Ending yang diluar jangkauan akal-ku. Layaknya sinema Holywood-pun akan sulit merancang film seindah kisahku. Kisah cinta terpesan lewat sebuah mimpi.
Allah telah membuktikan kebesarnya lewat kekuasaanya terhadap masing-masing jiwa. Yang telah mendengarkan doa-ku. Sehingga aku tak bernasib seperti ilalang kering yang menatap rembulan. Yang ada pada harap yang panjang. Harapanku kini telah berubah menjadi pelangi baru dalam hidup. ketepati janjiku, untuk” menjemputmu”.
perlahan Fatimah mendekatiku. kembali menawarkan senyum yang semempai. yang membuatku hanya bisa diam. perlahan ia meraih tanganku dan mencium-nya. tanda hormat kepada suami. kembali ia meraihku lebih dekat dan mendekatkan wajahnya pada telingaku. ia-pun berbisik.
“Aku mencintaimu Karna Allah mas….!!”…………………

Tiada ulasan:

Catat Ulasan